Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan kepada pembentuk Undang-undang (UU), DPR RI, untuk membuat UU Ketenagakerjaan baru. Hal tersebut dalam rangka untuk mengharmoniskan dan mensinkronkan substansi dalam UU yang saat ini ada beserta sejumlah perubahannya.
"Menurut Mahkamah, pembentuk undang-undang segera membentuk undang-undang ketenagakerjaan yang baru dan memisahkan atau mengeluarkan dari yang diatur dalam UU 6/2023," demikian kata hakim MK dalam putusan nomor Perkara Nomor 168/PUU-XXI/2023.
"Dengan undang-undang baru tersebut, masalah adanya ancaman ketidakharmonisan dan ketidaksinkronan materi/substansi undang-undang ketenagakerjaan dapat diurai, ditata ulang, dan segera diselesaikan," ucapnya.
UU baru itu juga nantinya diminta memuat sejumlah materi atau substansi peraturan perundang-undangan yang secara hierarki di bawah undang-undang, termasuk dalam sejumlah peraturan pemerintah, dimasukkan sebagai materi dalam undang-undang ketenagakerjaan.
Menurut MK, dengan cara mengaturnya dalam undang-undang tersendiri dan terpisah dari UU 6/2023 tentang Cipta Kerja, undang-undang Ketenagakerjaan akan menjadi lebih mudah dipahami.
"Dengan menggunakan dasar pemikiran tersebut, waktu paling lama 2 tahun dinilai oleh Mahkamah cukup bagi pembentuk undang-undang untuk membuat undang-undang ketenagakerjaan baru yang substansinya menampung materi UU 13/2003 dan UU 6/2023, serta sekaligus menampung substansi dan semangat sejumlah putusan Mahkamah yang berkenaan dengan ketenagakerjaan," ucapnya.
MK juga meminta pembahasan rancangan undang-undang tak hanya dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama saja, melainkan juga melibatkan partisipasi aktif serikat pekerja/serikat buruh.
Sebagai catatan, UU 13/2003 merupakan UU tentang Ketenagakerjaan. Sementara UU 6/2023 adalah UU Cipta Kerja.
Apa alasan MK memerintahkan dibentuknya UU Ketenagakerjaan baru? Setidaknya ada tiga alasan mengapa MK memerintahkan DPR membentuk UU baru.
Pertama, secara faktual, substansi UU Keteangakerjaan telah berulang kali dimohonkan pengujiannya ke MK. Merujuk data pengujian UU, sebagian materi dalam UU 13/2003 telah 37 kali diuji konstitusionalitasnya.
Berdasarkan jumlah pengujian tersebut, dari 36 yang telah diputus Mahkamah, 12 permohonan dikabulkan, baik kabul seluruhnya maupun kabul sebagian.
Artinya, sebelum sebagian materi atau substansi UU 13/2003 diubah dengan UU 6/2023, sejumlah materi atau substansi dalam UU 13/2003 telah dinyatakan oleh Mahkamah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Terhadap fakta tersebut, karena sebagian materi/substansinya telah dinyatakan inkonstitusional, dalam batas penalaran yang wajar, UU 13/2003 tidak utuh lagi," kata MK.
Kedua, secara faktual pula, sebagian materi atau substansi UU 13/2003 telah diubah dengan UU 6/2023. Meskipun diubah dengan UU 6/2023, MK menilai telah ternyata tidak semua materi atau substansi UU 13/2003 diubah oleh DPR.
"Artinya, saat ini, untuk materi/substansi yang diatur oleh undang-undang, hal ihwal yang berkenaan dengan ketenagakerjaan diatur dalam 2 undang-undang, yaitu UU 13/2003 dan UU 6/2023," kata MK.