Jakarta (ANTARA) - Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono mengatakan bahwa terdapat sembilan perusahaan yang masih belum memiliki maupun mengajukan calon aktuaris perusahaan hingga 28 Oktober 2024.
“OJK terus memonitor pelaksanaan supervisory action sesuai ketentuan bagi perusahaan yang belum memenuhi ketentuan tersebut, seperti peningkatan sanksi peringatan yang sebelumnya telah diberikan serta permintaan rencana tindak atas pemenuhan aktuaris perusahaan,” ujar Ogi Prastomiyono, di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan bahwa pihaknya terus berkoordinasi secara berkelanjutan dengan Persatuan Aktuaris Indonesia sebagai lembaga yang mengeluarkan sertifikasi aktuaris dalam perspektif supply dari tenaga ahli aktuaris.
Kewajiban kepemilikan aktuaris tersebut tercantum dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 23 Tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah yang mewajibkan setiap perusahaan asuransi dan reasuransi memiliki minimal satu aktuaris.
Dia juga menyampaikan bahwa terdapat 101 perusahaan asuransi dan reasuransi yang telah memenuhi kewajiban pemenuhan ekuitas minimum tahap pertama dari 145 perusahaan yang terdaftar per Agustus 2024.
Pemenuhan kewajiban tersebut ditargetkan pada 2026 sesuai POJK Nomor 23 Tahun 2023 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
“Selain itu, sampai dengan 28 Oktober 2024, OJK melakukan pengenaan sanksi administratif kepada lembaga jasa keuangan di sektor PPDP sebanyak 43 sanksi, serta melakukan pengawasan khusus terhadap 14 perusahaan dana pensiun serta delapan perusahaan asuransi dan reasuransi,” ujar Ogi lagi.
Ia menyatakan bahwa 43 sanksi yang diberikan tersebut terdiri dari 37 sanksi peringatan atau teguran, dan 6 sanksi denda yang dapat diikuti dengan sanksi peringatan atau teguran.
“OJK akan terus berperan aktif dalam pengembangan kebijakan serta penerapan praktik terbaik guna memperkecil kesenjangan pelindungan atau protection gap untuk meningkatkan akses terhadap produk asuransi yang inklusif dan relevan bagi masyarakat di Indonesia sekaligus memperkuat resiliensi finansial dan pelindungan sosial,” katanya pula.
Baca juga: AAUI sebut hanya 6 asuransi umum belum miliki aktuaris di akhir 2023
Baca juga: Pengamat imbau stop "window dressing" demi jaga kepercayaan nasabah
Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024