Ekonomi Palestina Hancur Imbas Invasi Militer Israel, Ini Data Terbaru PBB

4 days ago 6
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Ekonomi Palestina babak belur imbas invasi militer Israel ke jalur Gaza. Berdasarkan laporan PBB, di pertengahan tahun 2024 ekonomi Palestina tersisa kurang dari seperenam dari perekonomian tahun 2022.

"Aktivitas produksi telah terganggu atau hancur, sumber pendapatan telah hilang, kemiskinan semakin meningkat dan meluas, lingkungan permukiman telah terhapuskan, dan komunitas serta kota-kota telah hancur," kata laporan badan Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD), dilansir dari Al Jazeera, Senin (16/9/2024).

Koordinator program bantuan UNCTAD untuk Palestina, Mutasim Elagraa mengaku belum tahu berapa biaya yang dibutuhkan untuk membangun kembali wilayah yang hancur. Namun, dia memperkirakan butuh dana hingga puluhan miliar atau bahkan lebih.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dibutuhkan waktu puluhan tahun untuk mengembalikan Gaza seperti semula pada Oktober 2023," tambah dia.

Pada awal tahun 2024, UNCTAD mengatakan hingga 96 persen aset pertanian Gaza, termasuk pertanian, kebun buah-buahan, sistem irigasi, mesin dan fasilitas penyimpanan telah hancur. Kondisi in memperburuk krisis pangan di wilayah Palestina yang sudah terkepung.

Sekitar 82% bisnis di Gaza rusak atau hancur. Pada kuartal terakhir tahun 2023 saja, produk domestik bruto (PDB) Gaza anjlok 81%, menyebabkan kontraksi sebesar 22 persen sepanjang tahun.

"Pada pertengahan tahun 2024, perekonomian Gaza telah menyusut hingga kurang dari seperenam tingkat perekonomian pada tahun 2022," kata UNCTAD.

Tensi yang memanas di Tepi Barat juga memicu penurunan ekonomi yang signifikan. Pada kuartal terakhir tahun 2023, terjadi kontraksi sebesar 19% di sana.

Sejak 7 Oktober, tentara dan pemukim Israel telah membunuh sedikitnya 662 warga Palestina di Tepi Barat. Setidaknya 24 warga Israel, termasuk anggota pasukan keamanan, tewas dalam serangan Palestina pada periode yang sama.

Laporan hari Kamis mengatakan faktor-faktor seperti perluasan pemukiman, penyitaan tanah, pembongkaran bangunan Palestina dan meningkatnya kekerasan pemukim telah membuat komunitas Tepi Barat mengungsi dan sangat berdampak pada kegiatan ekonomi.

Sekitar 80% bisnis di Kota Tua Yerusalem telah berhenti beroperasi sebagian atau seluruhnya. Kondisi pasar tenaga kerja di seluruh wilayah Palestina juga memburuk sejak tanggal 7 Oktober.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa 96 persen bisnis di Tepi Barat mengalami penurunan aktivitas dan lebih dari 42% mengurangi jumlah tenaga kerjanya. Secara keseluruhan, 306.000 pekerjaan telah hilang, sehingga mendongkrak tingkat pengangguran di Tepi Barat dari hampir 13 persen sebelum invasi Israel ke Gaza menjadi 32 persen.

Sementara di Gaza, sekitar 201.000 posisi telah hilang pada bulan Januari. Disebutkan bahwa pengangguran di wilayah yang terkepung mencapai 79 persen pada kuartal terakhir tahun 2023, naik dari 46 persen pada kuartal sebelumnya.

(ily/das)

Read Entire Article